Rabu, 29 September 2021

ESSAI KECIL PT 4

 

ESSAI KECIL MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN OFFERING C12 PERTEMUAN KEEMPAT

 

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Parno, M.Si

 



Disusun Oleh:

GUSTI INDRA TANIO   (200741637258)

 

 

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

 


“Model Pembelajaran Kognitivisme di Era Modern”

Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas kognition/kognisi ialah perolahan penataan, penggunaan pengetahuan (Muhibbin, 2005: 65). Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan teori ini lebih menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam teori behaviorisme, lebih dari itu belajar dengan teori kognitivisme melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks (Nugroho, 2015: 290).

Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif leih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya (Bahruddin, dkk. 2012: 87). Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari prses belajar hanya sebagai hubungan stimulusrespon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku sesorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Perubahan Belajar merupakan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebaigai tingkah laku yang Nampak (Nurhadi, 2018: 7; Baharuddin, 2015: 167).

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian bahawa dari sistuasi salaing berhubungan dengan seluruh kontek situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi /materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecilkecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan infirnasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang ssangat komplek. Prose belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diitrerima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan sudah terbentuk dalam diri sesorang berdasarkan pemahman dan pengalaman-pengalaman sebelumnnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti: “tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh j.piaget, advance organizer oleh ausubel, pemahaman konsep oleh bruner, hirarki belajar oleh gagne, webteacing oleh norman dan sebagainya (Budiningsih, 2015: 34).

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas (Given, 2014: 188).

Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terusmenerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya (Nugroho, 2015: 291).

Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran pada teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum dapat berfikir secara abstrak (Nurhadi, 2018: 9).

Kamis, 23 September 2021

ESSAI KECIL PT 3

 

ESSAI KECIL MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN OFFERING C12 PERTEMUAN KETIGA

 

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Parno, M.Si

 



 

Disusun Oleh:

GUSTI INDRA TANIO   (200741637258)

 

 

 

 

 

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

 

 

“Model Pembelajaran dengan Menggunakan Teori Behaviorisme”

Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut adalah:

1. Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.

2. Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.

3. Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.

Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.

2. Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa.

3. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu :

a. Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable)

b. Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable)

c. Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit)

d. Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah (reward).

Materi pembelajaran yang akan dibelajarkan, apakah disesuaikan dengan keadaan siswa atau siswa menyesuaikan materi, keduanya dapat didahului dengan mengadakan tes awal atau tes prasyarat (prerequisite test). Hasil dari prerequisite test ini dapat menghasilkan dua keputusan, yaitu : siswa dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni a) sudah cukup paham dan mengerti, serta b) belum paham dan mengerti. Jika keputusan yang diambil siswa dikelompokkan menjadi dua di atas, maka konsekuensinya: materi, guru dan ruang belajar harus dipisah. Hal seperti ini tampaknya sangat susah untuk diterapkan, karena berimplikasi pada penyediaan perangkat pembelajaran yang lebih memadai, di samping memerlukan dana (budget) yang lebih besar. Cara lain yang dapat dilakukan adalah, atas dasar hasil analisis kemampuan awal siswa dimaksud, guru dapat menganalisis tingkat persentase penguasaan materi pembelajaran. Hasil yang mungkin diketahui adalah bahwa pada pokok materi pembelajaran tertentu sebagian besar siswa sudah banyak yang paham dan mengerti, dan pada sebagian pokok materi pembalajaran yang lain sebagian besar siswa belum atau tidak mengerti dan paham.

Rencana strategi pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru terhadap kondisi materi pembelajaran yang sebagian besar siswa sudah mengetahuinya, materi ini bisa dilakukan pembelajaran dalam bentuk ko-kurikuler (siswa diminta untuk menelaah dan membahas di rumah atau dalam kelompok belajar, lalu diminta melaporkan hasil diskusi kelompok dimaksud). Sedangkan terhadap sebagian besar pokok materi pembelajaran yang tidak dan belum diketahui oleh siswa, pada pokok materi inilah yang akan dibelajarkan secara penuh di dalam kelas.

Teori behavioristik sebagai sebuah konsep filosofis pembelajaran dalam aplikasinya memerlukan penyesuaian dan penetapan prosedur yang berbeda jika dibanding dengan percobaannya terhadap binatang. Ciri umum teori behavioristik adalah : mementingkan adanya pengaruh lingkungan, bagian (elementaristic) lebih penting dari pada keseluruhan (gestalt). Selain itu, terbentuknya hasil belajar atas dasar adanya reaksi yang ditunjukkan oleh siswa. Penerapan konsep teori behavioristik ini juga meminta guru untuk mampu melakukan analisis kemampuan awal dan karaakteristik siswa, dengan maksud agar apa yang akan dibelajarkan sesuai dengan kondisi siswa yang dihadapi.

 

Selasa, 14 September 2021

ESSAI KECIL PT 2

 

ESSAI KECIL MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN OFFERING C12 PERTEMUAN KEDUA

 

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Parno, M.Si

 


 

Disusun Oleh:

GUSTI INDRA TANIO   (200741637258)

 

 

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

 

 

“Modalitas atau Gaya Belajar para Siswa Masa Kini”

Gaya belajar merupakan kecenderungan untuk mengadaptasi suatu strategi belajar tertentu dengan mencari dan mencoba secara aktif, sehingga pada akhirnya individu mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar (Entwistle, Gibbs, Mogran, & Taylor; Wright, dalam Mangunsong & Indianti, 2006). Menurut DePorter dan Hernacki (1992), gaya belajar adalah kombinasi dari cara seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.

Rita Dunn (dalam Mangunsong & Indianti, 2006), pelopor dalam gaya belajar, telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang, antara lain mencangkup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Sebagian orang belajar dengan cahaya terang bahkan ada yang harus memakai lampu belajar khusus.
Telah disepakati secara umum adanya dua kategori utama tentang bagaimana seseorang belajar. Pertama, cara menyerap informasi dengan mudah yang disebut sebagai modalitas belajar, dan kedua, cara mengatur dan mengolah informasi tersebut yang dinamakan sebagai dominasi otak. Menurut DePorter dan Hernacki (dalam Mangunsong & Indianti, 2006), pada awal pengalaman belajar, salah satu langkah pertama adalah mengenali dominasi modalitas visual, auditorial, atau kinestetik (V-A-K).

Orang visual belajar melalui apa yang mereka lihat, auditorial melakukan melalui apa yang mereka dengar, dan tipe kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan. Untuk tingkatan tertentu, kebanyakan orang menggunakan ketiga tipe; tapi kebanyakan orang menunjukkan kecenderungan dominasi pada salah satu diantara ketiganya. Berikut ini adalah ciri-ciri perilaku dan ungkapan-ungkapan yang menunjukkan kecenderungan belajar seseorang (DePorter & Hernacki, dalam Mangunsong & Indianti, 2006).

 

1. Orang-orang visual, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

·         Rapi dan teratur

·         Berbicara dengan cepat

·         Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik

·         Teliti terhadap detail

·         Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi

·         Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalm pikiran mereka

·         Mengingat apa yang dilihat ketimbang yang didengar

·         Mengingat dengan asosiasi visual

·         Biasanya tidak terganggu oleh keributan

·         Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang lain untuk mengulanginya.

·         Pembaca cepat dan tekun

·         Lebih suka membaca daripada dibacakan

·         Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek

·         Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat

·         Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak

·         Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato, lebih suka seni rupa daripada musik

·         Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata

·         Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memerhatikan sesuatu yang menarik


2. Orang-orang auditorial, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

·         Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja

·         Mudah terganggu oleh keributan

·         Menggerakan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca

·         Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

·         Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara

·         Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita

·         Berbicara dalam irama yang terpola

·         Biasanya pembicara yang fasih

·         Lebih suka music daripada seni

·         Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat

·         Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar

·         Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain

·         Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

·         Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik


3. Orang-orang kinestetik, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

·         Berbicara dengan perlahan

·         Menanggapi perhatian fisik

·         Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka

·         Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain

·         Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

·         Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar

·         Belajar melalui manipulasi dan praktik

·         Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

·         Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca

·         Banyak menggunakan isyarat tubuh

·         Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama

·         Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah berada di tempat itu

·         Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

·         Menyukai buku-buku yang berorientasi pada suatu rancang yang mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca

·         Kemungkinan tulisannya jelek

·         Ingin melakukan segala sesuatu

·         Menyukai permainan yang menyibukkan

Dengan mengenali kecenderungan-kecenderungan perilaku ini, maka siswa dapat menyesuaikan aktivitasnya dengan menggunakan modalitas belajar yang paling sesuai dengan dirinya. Selain itu, dengan mengenali modalitas belajar orang lain, seorang mahasiswa dapat melakukan presentasinya secara efektif. Misalnya, presentasi dapat disampaikan dengan menggunakan alat bantu visual seperti slide, transparansi di samping memberikan makalah.

Minggu, 12 September 2021

ESSAI KECIL

 

ESSAI KECIL MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN OFFERING C12 

 

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Parno, M.Si

 

Disusun Oleh: 

GUSTI INDRA TANIO   (200741637258)

 

 

 

 

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

 

 “Proses Belajar dan Mengajar di Tengah Kehidupan Pandemi”

Secara singkat, belajar adalah suatu proses atau usaha yang menjadi dasar atau fundamental didalam pendidikan setiap individu. Dengan adanya belajar, setiap individu mengalami berbagai perubahan baik dalam tingkah laku, pengetahuan, pola pikir, keterampilan dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kehidupannya.

Tentunya, akan ada perbedaan yang jelas didalam setiap individu sebelum dan sesudah dia belajar mengenai suatu hal. Belajar dapat berasal dari pengalaman, bacaan/pengetahuan, pengamatan, aktivitas fisik dan yang lainnya. Untuk membentuk individu dengan karakter dan pengetahuan yang baik maka diperlukan proses pembelajaran yang baik dan mengarah kepada hal-hal yang positif.

Sedangkan pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi suatu kegiatan belajar. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pembelajaran pada dasarnya tidak menitik beratkan pada “apa yang dipelajari”, melainkan pembelajaran itu berupaya untuk menciptakan bagaimana siswa mengalami proses belajar, yaitu cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan cara pengorganisasian materi, cara penyampaian pelajaran dan cara mengelola pembelajaran.

Setelah munculnya wabah Covid-19 di belahan bumi, sistem pendidikan pun mulai mencari suatu inovasi untuk proses kegiatan belajar mengajar. Terlebih adanya Surat Edaran no. 4 tahun 2020 dari Menteri Pendidikan dan kebudayaan yang menganjurkan seluruh kegiatan di institusi pendidikan harus jaga jarak dan seluruh penyampaian materi akan disampaikan di rumah masing-masing.

1. Project Based Learning

Metode project based learning ini diprakarsai oleh hasil implikasi dari Surat Edaran Mendikbud no.4 tahun 2020. Project based learning ini memiliki tujuan utama untuk memberikan pelatihan kepada pelajar untuk lebih bisa berkolaborasi, gotong royong, dan empati dengan sesama. Metode project based learning ini sangat efektif diterapkan untuk para pelajar dengan membentuk kelompok belajar kecil dalam mengerjakan projek, eksperimen, dan inovasi. Metode pembelajaran ini sangatlah cocok bagi pelajar yang berada pada zona kuning atau hijau. Dengan menjalankan metode pembelajaran yang satu ini, tentunya juga harus memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku.

2. Daring Method

Metode ini memanfaatkan jaringan online, dan bisa membuat para siswa kreatif menggunakan fasilitas yang ada, seperti membuat konten dengan memanfaatkan barang-barang di sekitar rumah maupun mengerjakan seluruh kegiatan belajar melalui sistem online. Metode ini sangat cocok diterapkan bagi pelajar yang berada pada kawasan zona merah. Dengan menggunakan metode full daring seperti ini, sistem pembelajaran yang disampaikan akan tetap berlangsung dan seluruh pelajar tetap berada di rumah masing-masing dalam keadaan aman.

 

Sekian dari saya, Terimakasih

Salam Sehat untuk Kita Semua